Semua mengalir begitu saja. Aku nyaman
didekatmu, meski aku dan kamu berkomunikasi lewat tulisan. Itu kita lakukan setiap hari, tanpa menatap
wajah; hanya sekedar tulisan. Kita tertawa, tapi tak ada suara tawa, semua mengalir
lewat tulisan. Perhatianmu membuat degup jantungku penasaran. Aku sangat ingin mendengar
suaramu, melihat wajahmu, menatap matamu, bahkan aku sangat ingin menggenggam
jemarimu. Apa itu mustahil?
Tapi, entah mengapa kehadiranmu membawa
perasaan lain. Aku takut menerjemahkannya kalau itu cinta. Ada sesuatu yang
berbeda ketika aku dan kamu mulai menerjemahkan perkataan lewat ketikan. Aku merasa
semangat, saat huruf-huruf yang kamu rangkai mulai mengisi direct message. Mungkin juga kamu merasakan hal yang sama. Setiap
bangun pagi hingga malam, kamu selalu menyapaku. Setiap itu juga, ada banyak
kamu yang memenuhi otakku; dengan membayangkan wajahmu disana.
Sungguh,
tadinya aku tidak ingin terlalu jauh melangkah, meskipun kita hanya bisa
melihat rupa wajah dari avatar. Rasanya,
ada yang hilang jika satu hari kita tidak berkomunikasi. Seperti dikontrol, aku
terus melangkah, menjalani hubungan tanpa status, hubungan tanpa pertemuan. Karena
aku takut, setiap pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan. Aku terlalu
nyaman, bahkan aku merasa kamu merasakan hal yang sama. Saat aku tidak
menyapamu dipagi dan malam hari, kamu mulai mencari-cariku.
Tiba-tiba, aku merasakan rasa yang tidak
terkendalikan. Aku menaruh harapan dan
berpikir bahwa kamu juga menaruh harapan Salahku yang mengartikan segala bentuk
perhatianmu sebagai tanda cinta. Apa cinta juga bisa tumbuh meski itu melalui
tulisan sekalipun? Aku menyadari dan menangkap isyarat yang kaulempar. Hanya saja,
aku masih takut untuk bertemu denganmu dalam dunia nyata. Aku memendam perasaan
itu.
Semakin kesini, perasaan ini semakin sulit
dikendalikan. Bahkan, aku lebih suka menghabiskan waktu didepan laptop,
mencari-cari tahu tempat tinggalmu, sekolahmu, dan semua yang berhubungan
dengan kamu. Apa aku salah diam-diam mencari informasi tentangmu? Itu kulakukan
karena aku penasaran. Kita semakin dekat, kamu lebih sering menceritakan
tentang hubunganmu. Sebenarnya, aku benci ketika kamu menceritakannya, hanya
saja aku lebih suka mendengarkan dan itu kupelajari agar ketika aku
menggantikan dia, aku tidak seperti dia yang memperlakukanmu dengan tidak spesial.
Tapi,
mengapa kali ini aku merasakan sesak ketika kamu bercerita bahwa kamu sudah
punya penggantinya. Kamu bercerita dengan antusias, aku hanya mendengarkan dan
melempar senyum meskipun itu lewat tulisan. Ketahuilah, senyumku tidak
benar-benar senyum. Aku merasa sesak disini. Entahlah, kurasa aku mencintaimu.
Aku memahami itu. Salahku yang lebih memilih
memendam, bersembunyi dibalik sisi gelap dan membiarkan rasa sesak tak
terobati. Harusnya, aku tak terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa
keingintahuanku. Harusnya aku menemuimu sejak pertama kenal. Semua terlalu
cepat, aku tak punya hak memintamu untuk tetap disini.
Cinta yang kurasakan, hanya sekadar lewat tulisan-tulisan.
Nyata dirasakan, tapi fiksi didunia nyata. Lagi, salahku yang diam meski tahu
punya perasaan. Sekarang, aku kesepian, tak ada sapamu dipagi dan malamku.
Kosong.