Saya menulis ini ketika dalam perjalanan
tanpa tujuan; hanya untuk menenangkan pikiran dan perasaan. Saya tidak tahu
harus dengan cara apalagi agar kamu mengerti.
Beberapa waktu lalu, kita berhasil menuju titik temu perasaan masing-masing. Saya
mencintaimu dan kamu pun begitu. Saya ingat, saya pernah bercerita tentang
banyak hal. Kamu hanya mendengarkan, sesekali protes dengan alur yang saya
ceritakan, sesekali kamu tersenyum. Menyebalkan, ketika jentikan tanganmu
menyebabkan semangat yang memuncak sehingga hari-hari yang saya lewati terasa
berbeda dan luar biasa. Ketika itu juga, saya merasa sangat nyaman seolah tak
ada lagi manusia dibumi; selain kita.
Sifat manja kamu membuat saya merasa
hangat tiap kali disampingmu. Rasanya, saya ingin mengelus-elus kepalamu dan
menyandarkannya dibahuku, menggenggam erat jemarimu, atau sekadar mencium
keningmu. Ada satu hal yang sangat saya inginkan. Berada disamping kamu saat
bangun tidur sampai terlelap. Hanya saja keadaan dan jarak yang memaksa kita
untuk merasakan hal itu semua lewat pesan singkat. Terlihat semu, tapi cukup
nyata untuk dirasa.
Pelukmu hanya saya rasakan dilayar
handphoneku yang mulai memanas. Kita berjauhan tapi terasa dekat, tersenyum
karena membaca pesan tanpa ada yang tahu hati kita berdebar-debar. Saat
bertemu, jantungku berdebar, nafasku tak beraturan, tanganku gemetar seperti
tulang yang remuk tak bias lagi menopang. Semua itu sangat jelas diotakku dan
memutar dengan betul kenangan. Manis.
Tapi, kamu sekarang mulai mengganggu
pikiranku. Bukan karena hal diatas, tapi karena kamu sedang sakit. Kesehatan
kamu menurun, pola makanmu tak teratur. Lagi, saya yang salah tak mengingatkan
kamu untuk makan. Saya terlalu egois mementingkan diri sendiri, terlalu sibuk
dengan dunia sendiri. Mengetahui itu, saya merasa khawatir tingkat dewa. Jujur,
akhir-akhir ini tidurku kurang nyenyak, pola makanku jadi kurang teratur karena
mengkhawatirkan kamu.
Kamu bilang, kamu tidak apa-apa.
Nyatanya, kadang ada darah segar yang keluar dari hidungmu, kepalamu terasa
sakit dan kamu hanya bisa menahan sakitnya. Lagi dan lagi, saya tidak disana
atau sekadar membersihkan darahmu atau menyuapi makanan. Saya jadi teringat
waktu kecil, saya punya teman perempuan yang tidak bisa saya sebutkan namanya.
Dia mengalami sakit yang sama seperti kamu. Saat itu, kami sudah pulang
sekolah, tiba-tiba ada darah keluar dari hidungnya. Saya tidak bisa apa-apa
selain menyumbat pendarahannya dan menggendongnya pulang. Sampai dirumahnya,
dia masih mengeluarkan darah dan memegangi kepalanya. Setelah itu, dia berhenti
dan diam. Saya kehilangan dia.
Dari situlah saya selalu ingin menjaga
kamu, ada disampingmu saat butuh maupun tidak. Karena saya tak ingin kehilangan
orang yang saya sayangi dua kali. saya sangat mencintaimu meskipun kamu
mengidap penyakit yang saya tidak tahu.
Untuk kamu yang sedang sakit, semoga lekas sembuh.
Saya bergetar mendoakanmu.