Friday, January 25, 2013

Aku (bukan) Seperti Kekasihmu Dulu

Aku seperti kekasihmu dulu, Putri. Tapi, mengapa kamu selalu menyamakan semua yg ada dalam diriku dg dirinya ? Kaubilang, setiap perkataan,perlakuan, bahkan intonasi suaraku yg kaubilang lembut dan menghangatkan gendang telinga; sama seperti kekasihmu dulu. Setiap hari rasanya berbeda dan semakin mengkhawatirkan. Tubuhku yg mungil juga kaubilang sama sepertinya. Apa aku manusia yg sama yg dulu pernah kauciumi pipinya dg penuh cinta ?

Kalau iya, mengapa aku tak pernah mendapat perlakuan yg sama ? Mengapa kautak mencium pipi atau keningku dg penuh cinta ? Dan aku juga bingung, katamu aku mirip sekali dg dia, lalu kenapa kamu tidak yakin kepadaku ? Atau aku yg tolol tidak bias menumbuhkan keyakinan disudut dingin hatimu ? Salahku atau salahmu yg trauma menaruh harapan dan keyakinan kepada orang yg kini kamu cintai atau orang yg pernah kamu cinta ?

Adakah perbedaan aku dan dia (mantanmu) ? Kurasa, fisikku memang lebih buruk sepertinya, daripada fisik mantan kamu yg selalu terlihat sempurna dan menawan dimata sipitmu. Adakah perasaan jenuh yg kurasakan juga kamu rasakan ?

Biarkan aku menjadi diriku sendiri, tidak usah menginginkan aku seperti yg kauminta. Itu sulit, Sayang. Tidak perlu juga menjadikan atau menganggap aku seperti kekasihmu yg dahulu. Biarkan dia dg kebahagiaannya, sedangkan kamu dibiarkannya denganku; kekasihmu kini. Aku juga tak pernah memintamu seperti kekasihku dahulu, pasti lebih sulit. Karena sifat mantanku dulu sangat rumit, aku saja tidak bisa mendeskripsikannya. Sudahlah, jangan memintaku untuk menjadi yg kauingin. Apalagi menjadi seperti orang yg dulu pernah mengisi hari-hari kosongmu.

Aku juga sama sepertinya; mengisi hari-hari kosongmu, menghangatkan sudut-sudut dingin hatimu juga menyembuhkan trauma yg kaualami. Tahukah perasaanku dg sikapmu yg selalu menyamakan aku dg mantanmu ? Kalau kamu tidak tahu, biar aku yg memberi tahumu. Kamu mau tidak disamakan dg orang yg tak pernah benar-benar mirip denganmu ? Jika tidak, aku juga tidak. Mengertikah kamu sekarang ? Tolong, perlakukan aku seperti perlakuanmu kepada kekasihmu dulu.

Sekarang, setiap malam ucapan ‘Selamat malam’ sudah tak penuh kata-kata manis lagi, aku takut kamu makin menyama-nyamakan aku dg dia lagi. Sadarkah kamu ? Aku kekasihmu sekarang, Dia kekasihmu dulu.

Thursday, January 24, 2013

Dalam Kesibukkanku


Selamat pagi ataupun selamat malam, maaf lagi-lagi kesibukkanku tidak sengaja merenggangkan hubungan kita. Tak apa, kesibukkan ini hanya sementara, kok. Aku masih disini, tak memerlukan wanita hebat lainnya; yg sama dalam bidang dikesibukkanku. Hati kecilku percaya, kamu itu nampak kesepian, tak ada bayangku yg selalu siap menemani. Sekali lagi, sibukku cuman sementara, kok. Aku juga melatih kesabaran dan kesetiaan kamu, mencari tahu lebih tentang dirimu yg terlihat sederhana, namun sulit dideskripsikan.

Tuan Puteri, maaf jika aku sering mengabaikan nada tanda pesan juga nada panggilan darimu. Firasatku merasa kamu sedang merindukanku. Lebih tepatnya, sangat merindukanku, benarkah firasatku ? Kalau benar syukurlah, aku juga sangat merindukanmu dg sembunyi-sembunyi disela-sela waktu sibukku.

Kita benar-benar jauh, atau kamu yg sengaja menjauh ? Mencari-cari keramaian dan kesenangan sendiri, pedulikah padaku ? Mungkin, tulisan dan suara yg terkirim melalui alat komunikasi tak menyadarkanmu kalau aku begitu merindukanmu. Rumit memang, apalagi kamu yg sudah jarang membalas rinduku itu. Bagiku, sekarang sedikit asing dirindukan olehmu, juga mendapat emoticon kiss dan big hug. Semua tentang kita hanya masalah, masalah dan masalah. Aku tidak mempermasalahkannya karena memang bukan masalah, sayang. Kamu saja, terlalu menilainya buruk, langsung cepat menanggap, akhirnya hubungan kita yg merenggang.

Tuan puteri, kamu itu amat hebat, menceritakan masalah ke semua sahabat kamu. Ketahuilah Nyonya, ceritamu itu terlalu berlebihan, dan bersyukur aku masih menjaga dg rapih semua ceritamu, sungguh. Aku jadi ingat, semenjak kau membongkar ceritamu, hubungan kita jadi semakin sering diterpa angin kencang yg namanya ujian. Kamu sudah merasa lelah lebih dulu, tak tahan dg situasi, lalu mencoba melepasku. Semua ditanganmu, Nyonya. Apa kau menyalahkan kesibukkanku ? Jika iya, lebih baik menyalahkan kesenanganmu itu. Ketahuilah, aku menyibukkan diri untuk melatih jika kelak menjadi pasanganmu.

Sekarang, kesibukkanku berkurang namun cintaku tak sedikitpun berkurang. Tapi, ucapan selamat pagi atau selamat malam darimu sudah jarang mengisi inbox. Aku rela menunggu kamu tidur meski kadang aku yg terlelap lebih dulu. Kita hanya tahu melaju, mendayung perahu yg kita buat beberapa bulan lalu. Aku tak tahu sampai kapan harus seperti ini. Kini, kesibukkanku sudah berkurang. Tuan puteri, aku akan bertahan, terus berjuang sampai tua sampai aku duduk rapih dikursi roda ataupun sebaliknya. Sampai kamu mengecup keningku disaat terbujur kaku atau sebaliknya. Wanita egois nan manja penyebab warna hitam dibawah mataku.


Sunday, January 20, 2013

Terima Kasih (End)

Lanjutan dari Terima Kasih //

Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Maaf saja jika huruf-huruf yg kujadikan satu cerita sedikit berantakan. Aku terlalu senang dan menerimanya dg baik. Berbunga-bunga rasanya. Mungkin hanya ketertarikan sesaat. Aku langsung melihat bio twitternya, tak ada nama pacar ataupun orang yg dimilikinya. Sempurna. Dalam benakku, sangat bebas mendekati seseorang yg masih sendiri alias Jomblo. Sepertinya, si Sipit terus memaksa masuk kedalam hatiku. Atau hanya perasaan berlebih saja ? Sudahlah, hal seperti ini saja membuatku merasakan sejuk tepat diluka hati ini. Semenjak hari itu, tak ada lagi sedih dan benar-benar tidak ada. Si Sipit itu membuat duniaku lebih ceria. 

Matanya yg semakin sipit saat tertawa, rambut gondrong yg selalu berantakan. Lengkap. Aku belum pernah memiliki pasangan . Itu cukup lucu. Aku mulai merasa nyaman, suka, dan selalu tertawa dekatnya. Sosok yg aku intip dari luar jendela. Sosok yg selalu mendengarkan lagu dg earphone kusut yg selalu kucabut satu untuk didengarkan bersama. Sudah ada dia yg mengisi kotak masuk dihandphoneku. Selalu ada dia dihadapanku, menawarkan bekal nasi goreng yg rajin dibawanya. Sosok yg mampu menghangatkan dan mendinginkan suasana. Wajahnya selalu kureka-reka dalam benakku. Hanya saja, aku tak tahu, apakah dia merasakan seperti yg kurasakan. Baru 3 hari saja, aku sudah banyak berharap. Apalagi semenjak tweetnya selalu muncul ditimeline. Rasanya, tak bisa menghindar. Selalu saja. Aku takut kehilangannya.

Aku dan Thama sering menuruni tangga bersama, makan dikantin bareng, berduaan ditembok depan kelas, berfoto-ria berdua layaknya pasangan. Romantis. Kapan aku memilikinya ? Aku mulai mengkhawatirkannya.

Thama sering memberi perhatian dan aku juga begitu. Semua mengalir begitu saja. Aku merasa dunia dan waktu berkonspirasi mempertemukan 2 hati yg mencari-cari. Bersama dengan langit yg selalu memperhatikan. 
Kala itu turun hujan kecil. Cukup membasahi jalan dan pohon-pohon diluar. Aku sudah mempunyai janji dg Thama. Menghabiskan hari terakhir dibulan November. Aku dan Thama, bersama dalam 1 malam yg dingin. Thama memberikan jaketnya untuk kupakai. Lalu berjalan menikmati jalanan yg sudah dibasahi langit. Lembab, namun hangat dalam bekapan Thama. Lipatan tangannya mehangatkan telapak tanganku. Membicarakan semua tentang cinta. Aku hanya mendengarkan, dia hanya berceloteh panjang lebar. Bercanda diatas jalan yg basah.

Hampir larut, kehangatannya masih melekat. Kini, aku tahu Thama memiliki perasaan yg sama. Thama mencintaiku. Aku mencintai si Sipit juga. Sederhana dan sempurna. Tak bisa aku ceritakan semuanya lagi. Si Sipit itu membuatku gila! Cintanya menjalar kesudut-sudut sempit dan gelap dihatiku. Membuka mataku bahwa cinta itu indah, luka hanyalah sebagian keindahan dalam bercinta. Sekali lagi, terima kasih tlah membuat diriku gila akan cintamu, Tha.

Terima kasih, Sipit...!

Love ♥
Fikri 

Tuesday, January 15, 2013

Semoga saja...


Aku menatap handphone beberapa saat, memandangi seluruh isi kota dari balkon apartemen , memegang secangkir kopi hangat yg kubuat sendiri.  Mengendalikan leher keatas sesaat, menatap langit berharap masih ada kamu diantara bintang-bintang yg bertebaran rapih. Lalu, kutundukkan kepala menatap kebawah sejenak sambil berdoa untukmu. Aku tidak pernah tahu sudah berapa kalimat-kalimat doa yg didalamnya kuselipkan namamu. Aku tidak memperdulikan itu, karena kamupun tidak pernah pedulikanku. Kapankah kamu peduli ? Kapankah kamu mencintai aku seperti aku yg begitu mencintaimu. Kutegakkan kepalaku, lalu menyeruput panjang kopi hangat. sluuurrrppp...

Salahkah jika namamu kuselipkan dalam doa secara diam-diam ? Berdosakah aku ? Apa dalam doa kamu terselip namaku juga ? Kurasa tidak, tidak sama sekali! Dirimu hanyalah angan-angan yg selalu menggantung, sulit dideskripsikan apalagi diwujudkan. Mungkin, aku orang yg beruntung mengenalmu dan dekat dengan sosokmu. Tidak lebih beruntung dg orang yg memiliki kamu sekarang. Memainkan bayanganmu diotakku, memaksa bayanganmu menari-nari indah agar sosokmu selalu hadir dalam pikiranku. Ya, hanya dipikiranku dan tak pernah ada dihadapanku. Mengerikan…

Setiap pagi, siang, sore, malam dan pagi lagi, perasaan ini terus tumbuh melewati batas yg tidak pernah ada dalam hatiku. Secara diam-diam, tanpa tindakan, begitu mudahnya kamu menyakitiku. Apa aku yg terlalu perasa atau kamu yg tidak pernah peka ? Aku mencintaimu lebih dari yg kautahu. Harapanku terlalu besar untuk memilikimu, hingga terasa sakit saat sosokmu tak lagi terangkul dalam pelukan angan-anganku. Kamu yg tidak sengaja mengisi ruang kosong sudut-sudut gelap hatiku. Entahlah, aku terlalu takut melihatmu t'lah dimiliki wanita lain. Aku sulit melupakanmu dan berhenti berharap.

Sudah larut malam, harusnya aku sudah diranjang tidur lalu kembali memimpikanmu. Kali ini tidak, aku berdiri sendiri dibalkon membiarkan angin malam menusuk tulang-tulangku. Aku ingin melupakanmu meskipun sulit. Bisakah kamu menghargai perasaanku sedikit saja ? Agar aku tidak terlalu banyak berharap. Dan tidak mungkin juga merasakan hal yg sedang aku rasakan. Aku melirik jam dinding, melihat semua yg terlihat dari atas apartemen, sepi, gelap, dan dingin.  Semoga rasaku ini cepat pergi dan tidak ada sosokmu lagi yg sering menggangu tidurku melalui bunga tidur.

Selamat tidur, Pangeran. Aku masih saja mengharapkan kamu. Semoga ketika aku terbangun, aku merasakan nyatanya cinta darimu. Selamat malam, selamat pagi, selamat siang ataupun selamat malam lagi…

Fikri ♥

Tuesday, January 8, 2013

Terima Kasih //


Rasa penasaran ini berubah menjadi rasa takut. Aku seperti dikejar malaikat maut. Khawatir. Keringat mulai bercucuran sedikit-sedikit. Aku membuka pesan singkat misterius itu perlahan. Dan ternyata, hanya pesan singkat dari orang yg mengambil senyumku. Permintaan maaf ? Jika kamu membaca ini, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Sangat lama. Tak perlu mengirimiku sms-sms yg tidak penting itu. Lebih baik, simpan saja bonus gratisan dari operatormu itu. Tidak tahu diri. Sudah untung dimaafkan, malah minta kembali menjalin hubungan seperti dahulu. Aku bukanlah seperti wanita yg setiap malam mencari nafkah dg cara yg tidak halal. Aku tidak membalasnya, sudah kumaafkan didalam hati.

Aku menghela nafas lega. Pergilah! Sifat keagamaan yg selalu kamu tunjukan, tidak seperti perlakuan bejatmu itu. Kamu memang tidak bisa lupakan, tapi sangat bisa untuk dibenci dan dijauhkan. Kuharap, kekasihmu sekarang, tahu sifat brengsekmu itu! Dan kuharap juga, kekasihmu itu mendapat perlakuan yg sama denganku. Aku tidak dendam, hanya emosi berlebihan yg terus bertambah setiap kali mendengar nama atau melihat sosokmu. Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Aku mencoba membuka pelan-pelan hati yg sudah lama tertutup rapat-rapat, mencoba menerima cinta yg menghampiri. Tetap tidak bisa. Bagiku mereka hanya lewat, keluar-masuk dan tidak tahan untuk singgah karena hati ini masih ada secuil rasa benci terhadap cinta. Kini, hanya ada Aku, Twitter dan duniaku, dimana banyak yg harus dibenci.

Sudah hampir 1 tahun, aku lewati semua kepedihan yg ada diibukota ini dg senyuman pura-pura. Aku melihat ini adalah awalnya. Aku berharap tidak ada kesedihan lagi. Aku masih berusaha membuka hati, menyembuhkan luka yg belum sembuh pula. Sulit. Kini, hampir setiap hari aku habiskan 24 jam disekolah dan dirumah. Aku melihat keluar jendela, melihat seluruh rumah. Semua sama. Semu dan gelap. Aku menengok ke jalanan yg mulai basah karena langit menangis. Tak kutemukan lagi kasih sayang dan cinta ditengah rintik-rintik hujan. Apakah tempat ini sudah berubah ? Ah, masih seperti yg dulu. Dingin dan gelap. Aku melihat kalender yg sudah berdebu. Hari senin. Ini adalah awalku menjalani semua yg dibenci menjadi dicinta. Sudah ada kereta yg menghambat orang-orang yg pergi beraktifitas. Asap kopaja mengepul hitam penuh zat racun. Aku merapatkan masker dan menaikkan resleting sweeter, lalu berangkat menuju sekolah yg kuyakini ada seorang disana yg mampu menyembuhkan luka ini. Optimis.


Langit-langit Jakarta sedang membendung tangisan. Menunggu beberapa detik saja sudah menghasilkan hujan. Beberapa menit saja sudah membuat genangan dilapangan kecil sekolahku. Perpustakaan menjadi lebih dingin. Air hujan yg turun mulai membasahi luar jendela seluruh ruangan. Kelasku gelap dan dingin seketika. Aku mengintip keluar jendela memandangi beberapa makhluk berseragam menyandar tembok luar kelas. Gelap, namun banyak kejadian yg tak terlupakan dilorong ini. Aku berjalan malas keluar ruang kelas, melihat seluruh sudut sekolah. Yg terdengar hanyalah percikan air hujan. Sial! Hujan membuat genangan dimataku, memunculkan kenangan diotakku. Tak ada yg aku sayangkan dari perpisahan 1 tahun lalu. 

Aku menatapi semua sudut yg ada disekolah ini. Melihat beberapa pasang mata menatap apa yg kutatap juga. Ada yg lewat, tertangkap indra penglihatanku. Dia ? Si bogel sipit ? Anak kelas sebelah ? Kenapa aku penasaran dengannya ? Kenapa ada ketertarikan bagiku untuknya ? Apa si Sipit ini yg dikirimkan Tuhan ? Benarkah ? Bisakah aku lebih dekat dari sekedar hanya kenal ? Aku bersemangat mencobanya. Sepertinya dia berbeda. Meskipun, tingginya kurang dariku, anak itu selalu terlihat riang. 
Aku mulai terbangun dari angan-angan masa lalu. Tak ada lagi yg menguasai kota ini. Aku baru sadar, bahwa aku sedang memulai sesuatu yg baru. Move on. Biarkan si Sipit itu memasuki hatiku. Namanya, Thama. Bagus.

Hari yg diawali dg hujan inilah awalnya. Langit mulai menyimpan sisa hujannya. Tak ada cipratan air lagi dijendela. Sial, mataku menangkap pandangan si Sipit itu lagi. Dan sekarang aku sedikit penasaran dg namanya. Aku masih berkumpul dg teman-teman satu genk. Ada dia disitu bersama teman-temanku. Membicarakan twitter, perasaan, dan lelucon. Dia menyuruhku menfollownya. Aku balikan saja, harusnya kan cowok yg mulai duluan. Aku memberi tahu username. Dia memfollow akunku. Sederhana namun sempurna. 

Mulai muncul perasaan-perasaan aneh. Menjalar keseluruh sudut dingin didalam hati. Cinta. Oh, tidak! Sepertinya aku mencintainya. Ya, mungkin...


Bersambung...

Monday, January 7, 2013

Terima Kasih


Jakarta, siang hari seperti ‘Neraka Bocor’. Aku diajak kerumah kekasihku, Fadli. Ia ingin mengenalkan aku ke orang tuanya. Cukup bahagia. Wajahku memerah menyembunyikan senyum malu bercampur senang. Dan berbagai perasaan senang lainnya yg sulit dideskripsikan. Aku berpikir, apakah ini terlalu cepat ataukah memang sewajarnya ? Padahal, hubunganku dg Fadli baru sebatas ‘pacar’ tapi sikap Fadli cukup dewasa. Gentle sekali dia.  Inilah kotaku dan kota fadli. Dimana sejarah mencatat cerita suka dan duka hubunganku, Jakarta. Kota yg sepertinya berkonspirasi dg waktu dan keadaan karena setiap aku sedang bersamanya, kota ini menjebakku dg teriknya matahari, asap kendaraan dan kemacetan. Keterlaluan. Aku suka tinggal di ibukota selain ini adalah tempat kelahiranku karena disela-sela polusi dan macet, aku menemukan cinta. Satu kata yg membuatku terdampar dalam perasaan yg selalu bercampur bahagia.

Siang itu, aku dijemput kekasihku. Terik. Untung saja aku menggunakan sweeter dan Fadli juga. Rasanya, panas ini menjadikan semua yg dekat menjadi jauh dan menjauhkan yg dekat jadi jauh. Aku yg mengenakan sweeter saja masih kepanasan apalagi mereka yg menggunakan baju lengan pendek.  Tanpa kusadari, ternyata sudah sampai dirumah Fadli. Buru-buru aku mencari tempat untuk menghindari terik matahari. Fadli hanya sibuk memarkirkan motornya. Digenggam tanganku lalu dituntunnya masuk kerumahnya. Wajahku masih memerah. Tak sama sekali aku berpikir negative tentang sikapnya sekarang. Fadli mengajakku masuk kerumahnya.

“ Mamah kamu kemana, yang ? “
“ Sebentar ya… “
Fadli mengunci pintu rumahnya dan mematikan lampu seluruh ruangan dirumahnya. Aku mulai merasa tidak enak.
“ Kok pintunya dikunci sih ? “

Fadli tak menjawab pertanyaanku. Aku yg sedari masuk duduk disofa merasakan hal yg ganjil. Apa yg sedang dilakukan kekasihku ini ? Katanya ingin mengenalkan aku ke orang tuanya, tapi… Fadli langsung duduk disampingku, tangannya menggelayuti tubuhku. Aku hanya diam mematung. Aku seperti diculik oleh kekasih sendiri. Aku hanya menuruti perkatannya. Seperti ada setan yg berbisik untuk berbuat negative. Semua ruangan gelap. Aku mulai merasakan sakit. Rasa sakit yg belum pernah aku rasakan. Sakit sekali.

***
Aku diantarnya pulang. Aku tidak sempat berpikir sampai situ. Mataku hanya melihat-lihat jalanan yg mulai padat. Aku berpikir apakah setiap ibukota dinegara-negara lain sama seperti ibukota dinegaraku ? Tepat. Rambutku bau asap, badanku bau keringat. Sempurna. Sesampainya dirumah, aku baru sadar. Aku baru memikirkan yg telah kulakukan tadi bersama Fadli. Aku bodoh sekali. Aku menyesal. Kenapa aku baru sadar sekarang ? Aku menangis dg muka ditutupi bantal. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Waktu tidak bisa kembali ataupun terulang. Aku menyesal sekali. Aku telah kehilangan kehormatanku. Aku bingung siapa aku sekarang ? Yang bisa kulakukan hanya memohon dan menyesali semuanya. Esoknya, Fadli seperti menjauh dariku. Aku mulai khawatir. Fadli seperti jenuh denganku. Orang yg aku cintai menghilang perlahan. Aku berusaha mencarinya. Aku terus berdoa agar ia tidak meninggalkanku. 

Semua berlalu. Benar-benar berlalu dan tak ada hari kemarin. Sunyi. Aku hanya bercerita ke salah satu teman SMP ku dulu. Ia menghinaku, menasehatiku, memarahiku. Apakah sebesar ini salahku ? Apa kata orang tuaku nanti jika tahu tentang ini semua ? Kini, yg tau hanya teman SMPku dan Tuhan. Suatu sore, ketika aku terjebak macet didepan suatu gedung rakyat, aku melihat Fadli. Mataku jelas menangkap bayangnya. Tapi apakah yg dilihat mata benar-benar nyata ? Fadli berboncengan dg wanita lain. Aku hanya memandanginya dan menangis kecil. Belahan jiwaku pergi dg belahan jiwa lain. Rasanya hatiku sakit sekali. Sesak. Aku benar-benar sedih. Orang yg telah mengambil tubuhku, kini tubuhnya bersama orang lain. Lengkaplah sudah kota ini. Kini, tidak hanya macet dan polusi, tapi sudah ada kesedihanku disana.

Berbulan-bulan aku memendang luka ini. Aku tidak dendam kepadanya. Berbulan-bulan aku lewati dg luka yg masih menganga lebar. Sempurna. Siapa yg mau menerimaku dg keadaan seperti ini dikota Metropolitan ? Aku pesimis. Aku mulai trauma akan hal cinta. Aku membenci hal-hal yg berhubungan dg cinta. Mungkin aku bisa melupakan Fadli tetapi aku tidak bisa melupakan kejadian itu. Aku mengubur luka ini dalam-dalam. Kini, aku hanya asik dg duniaku sendiri, Twitter. Perlahan tapi pasti, aku melupakan peristiwa itu. Dreeett dreeett dreeett. Blackberryku bergetar menerima pesan singkat. Aku buka, tidak ada namanya dikontakku. Aku makin penasaran...

Bersambung... Terima Kasih //


Thursday, January 3, 2013

Bolehkah Aku Menceritakanmu, Sayang ?


Pagi itu sangat dingin. Aku mencoba menaikan resleting sweeter, mencari-cari kehangatan, menyembunyikan tangan dari terpaan angin dingin pagi hari. Melihatmu berlarian menuju gerbang menghindari hukuman terlambat. Aku berlari kecil mengikuti, menaiki tangga dg terburu-buru. Lalu berpisah dilorong yg sama, hanya saja ruangan kita tak sama. Itulah sebab pembatas aku dan kamu. Kamu berjalan masuk kekelasmu, akupun begitu. Berjalan lemas lalu mengintip kedalam kelasmu. Sesekali kamu ataupun aku saling mengedipkan mata. Aku tak tahu apa arti tanda itu ? Sudahlah, masuk dan nikmati sampai jam pelajaran selesai.

Didalam kelas, aku tak peduli rumus matematika ataupun perhitungan data statistik dipapan tulis yg sudah diterangkan, kamu yg selalu diotakku menghalangi tulisan yg ada dipapan tulis untuk kuingat. Selalu saja kamu dan kamu. Penyebab kegilaan ini. Otakku terus berusaha menceritakan tentangmu. Menulis semua kagaduhan ataupun keromantisan yg pernah kamu buat. Mungkin kamu sudah bosan membaca tulisanku. Semua yg kutulis tentangmu. Tapi, rasanya tak ada bosan bagimu membaca tulisanku yg menceritakan kamu atau aku ataupun kita.

Tentu saja, sekarang tak perlu aku memberitahumu kalau aku selalu mendoakan dirimu dalam ibadahku. Mulai tak sengaja aku berdoa untukmu. Entah mengapa rasanya bibir ini terselip mengucap memohon berdoa untukmu. Menjagamu dari kejauhan dg berdoa. Ya, itulah caraku. Tak dapat ciuman ataupun tak bisa menciummu, yg kulakukan hanya melihat galeri lalu menslide show foto-foto kita. Menciumi fotonya secara diam-diam dan dari kejauhan. Kuharap kamupun begitu.

Setiap kali membuka handphonemu, hanya melihat-lihat jadwal bioskop. Aku bosan, seminggu menghabiskan waktu denganmu hanya menonton bioskop. Semua film yg baru launching, langsung ditunjuk olehmu. Apakah matamu tak bosan kencan ditempat yg sama dg film yg berbeda-beda terus ? Setiap malam, kuantar kamu pulang, tapi tak tahu aku pulang dg siapa dan naik apa karena setiap pergi denganmu, aku tidak pernah membawa kendaraan. Tak apalah, yg penting aku memulangkanmu dg selamat, meskipun aku yg kebingungan setelah itu.

Aku bersyukur, orang tuamu sudah mengetahui sosok yg kini menjagamu diluar rumah. Senyuman ibumu yg ramah, dan tatapan mata ayahmu yg tajam melengkapi cerita ini. Tolong beritahu pada orangtuamu, aku bukan cowok sembarangan, yah. Dan bilang kepada ayahmu, jangan menatapku seperti itu lagi.

Sosokmu tak lagi sengaja hadir dalam mimpiku. Yg selalu membangunkanku ditengah malam. Astaga! maafkan aku yg selalu memejamkan mata lebih dahulu, sehingga lupa membalas pesan singkat bahkan lupa juga mengucapkan "Gnite" kepadamu. Biarkan saja, kamu juga begitu kalau mata sipitmu tak kuat menahan kantuk. Bahkan, kalau membayangkan wajahmu yg sedang tertidur, sering membuat tawa kecil bagiku. Jika kamu sedang tertidur, matamu makin menyipit. Sampai tak ada sela untuk mengintip. Tanganmu yg selalu terlempar sana-sini, kadang juga tak sengaja mengenai wajahku.

Dirimu yg kadang bikin unmood, bete, nyebelin, ngeselin, tapi entah kenapa pelukan dan rangkulanmu itu titik  ternyaman bagiku. Pertahankan itu, sayang. Kamulah zona nyaman baru. Tak ada kesamaan sama sekali diantara kita. Kecuali, mata. Mataku yg begitu sipit dan matamu juga begitu. Aku yg selalu membuntuti disekolah tidak terlalu menginginkan kalau kita ini satu kelas. Aku berharap tembok dg cat yg sudah pudar itu dihancurkan, agar aku selalu bisa melihat kekelasmu.

Pertahankan sifat menjengkelkanmu itu, sayang. Kalau sifatmu berubah, aku lebih merindukan sifatmu yg lama. Terima kasih telah menjadi ceritaku dan aku ceritakan. Tetap menjadi tubuh dan aku menjadi ekormu. Kita rubuhkan tembok pemisah itu. Aku mencintaimu lebih dari yg kau tahu.

Could I love you more than reasonable limits, My Lovember ? ♥

Wednesday, January 2, 2013

Keburukanmu, Keburukanku Juga


Ini adalah cerita temanku. Ia menceritakan semua yg terjadi dalam hubungannya. aku hanya menceritakannya sebagai ceritaku. disaat menulis cerita inipun, aku menangis haru. bagaimana bisa seorang pria mencintai orang yg baru dikenalnya lalu menaruhnya ditempat yg sudah disiapkan dihatinya lalu menerima dan tetap menjaganya tanpa kehormatan sang wanita ?

Semua berjalan biasa saja. Bahkan menjadi luar biasa saat hati ini benar-benar dikuasai olehmu. Perkenalan waktu itu memang singkat. Hanya dalam beberapa waktu saja, kamu mampu menumbuhkan perasaan yg sudah terlalu asing bagiku. Kita melewati hari demi hari. Disekolah kita, kelasku dan kelasmu yg hanya dihalangi tembok bercat hijau yg sudah mulai menguning. Aku menjadikan diriku sebagai ekor yg selalu mengikuti kemanapun kamu berada disudut sekolah. Hari demi hari, hubungan kita semakin baik. Kita saling terbuka, menikmati perbedaan yg selalu kita jadikan kesamaan. Darahmu dan darahku yg selalu mengalir secara bersamaan. Tak saling mengetahui keburukan masing-masing. Kamu dan aku, saling merasa nyaman dalam balutan tangan yg saling menghangatkan. Menggenggam satu sama lain, saling mengeratkan. Tak mau berpisah rasanya.

Mengantarmu pulang, kini sudah kewajibanku. Tak peduli dg apa aku pulang nanti. Aku mulai mementingkan nyawamu daripada nyawaku. Keselamatanmu keselamatanku juga. Mengajarimu tentang agama. Semua yg kutahu tentang cara dan bacaan dalam beribadah. Membuatmu lebih baik lagi, membawamu kedalam terowongan gelap,lirih,dingin lalu keluar melalui ujung terowongan yg terlihat cahaya terang.
Mengungkapkan semua yg pernah terjadi dimasa lalu. Aku membuka kartu, namun entah kenapa saat kamu membuka kartumu sendiri, rasanya ada yg tak jujur. Aku mencoba menggali kebohongan itu. Mencari celah-celah kejujuran. Aku tidak ingin memaksamu untuk jujur. Biarkan dirimu sendiri yg mengungkapnya. Akhirnya. 

Terkejut mendengarnya. Aku hanya bersabar, menahan kekhawatiran, takut, kecewa, dan emosi. Semua campur aduk terasa jelas dirasakan hati. Kamu hanya menangis sesak. Menyesal dan semua sudah terlambat. Aku hanya menerimamu dg bagaimanapun yg sudah terjadi. Inilah caraku yg cukup berbeda menerimamu dalam keadaan tanpa kehormatan. Aku hanya berkomitmen pada diriku untuk mengubahnya, menjadikannya wanita yg akan jadi idaman bagi pria lain maupun kekasih-kekasihnya terdahulu sebelum diriku. 

Ternyata, itu semua keburukanmu yg dipendamnya sejak lama. Tak ada yg mengetahuinya. Aku cukup sedih. Tak ada yg bias aku perbuat. Hanya bisa merubahnya menjadi lebih baik. Aku sangat yakin itu.
Inilah caraku menerima sosok wanita tanpa kehormatannya. Cukup luar biasa memang. Aku terlanjur mencintainya, jadi tak ada alasan bagiku menolaknya. Kini, hal itu seperti sekelebat angin yg hanya numpang berhembus. Aku mencintaimu dan kamu juga begitu. Bersabarlah untuk keluar dari terowongan ini. Bagiku, keburukanmu adalah keburukanku juga.

With tears

Fikri 

Membunuh Hati Yang Sudah Mati

Jatuh cinta kepada seseorang bisa membuatmu berubah. Itu bagus jika ia membuatmu jadi orang yang lebih baik. Bagaimana jika sebalikny...