Monday, January 7, 2013

Terima Kasih


Jakarta, siang hari seperti ‘Neraka Bocor’. Aku diajak kerumah kekasihku, Fadli. Ia ingin mengenalkan aku ke orang tuanya. Cukup bahagia. Wajahku memerah menyembunyikan senyum malu bercampur senang. Dan berbagai perasaan senang lainnya yg sulit dideskripsikan. Aku berpikir, apakah ini terlalu cepat ataukah memang sewajarnya ? Padahal, hubunganku dg Fadli baru sebatas ‘pacar’ tapi sikap Fadli cukup dewasa. Gentle sekali dia.  Inilah kotaku dan kota fadli. Dimana sejarah mencatat cerita suka dan duka hubunganku, Jakarta. Kota yg sepertinya berkonspirasi dg waktu dan keadaan karena setiap aku sedang bersamanya, kota ini menjebakku dg teriknya matahari, asap kendaraan dan kemacetan. Keterlaluan. Aku suka tinggal di ibukota selain ini adalah tempat kelahiranku karena disela-sela polusi dan macet, aku menemukan cinta. Satu kata yg membuatku terdampar dalam perasaan yg selalu bercampur bahagia.

Siang itu, aku dijemput kekasihku. Terik. Untung saja aku menggunakan sweeter dan Fadli juga. Rasanya, panas ini menjadikan semua yg dekat menjadi jauh dan menjauhkan yg dekat jadi jauh. Aku yg mengenakan sweeter saja masih kepanasan apalagi mereka yg menggunakan baju lengan pendek.  Tanpa kusadari, ternyata sudah sampai dirumah Fadli. Buru-buru aku mencari tempat untuk menghindari terik matahari. Fadli hanya sibuk memarkirkan motornya. Digenggam tanganku lalu dituntunnya masuk kerumahnya. Wajahku masih memerah. Tak sama sekali aku berpikir negative tentang sikapnya sekarang. Fadli mengajakku masuk kerumahnya.

“ Mamah kamu kemana, yang ? “
“ Sebentar ya… “
Fadli mengunci pintu rumahnya dan mematikan lampu seluruh ruangan dirumahnya. Aku mulai merasa tidak enak.
“ Kok pintunya dikunci sih ? “

Fadli tak menjawab pertanyaanku. Aku yg sedari masuk duduk disofa merasakan hal yg ganjil. Apa yg sedang dilakukan kekasihku ini ? Katanya ingin mengenalkan aku ke orang tuanya, tapi… Fadli langsung duduk disampingku, tangannya menggelayuti tubuhku. Aku hanya diam mematung. Aku seperti diculik oleh kekasih sendiri. Aku hanya menuruti perkatannya. Seperti ada setan yg berbisik untuk berbuat negative. Semua ruangan gelap. Aku mulai merasakan sakit. Rasa sakit yg belum pernah aku rasakan. Sakit sekali.

***
Aku diantarnya pulang. Aku tidak sempat berpikir sampai situ. Mataku hanya melihat-lihat jalanan yg mulai padat. Aku berpikir apakah setiap ibukota dinegara-negara lain sama seperti ibukota dinegaraku ? Tepat. Rambutku bau asap, badanku bau keringat. Sempurna. Sesampainya dirumah, aku baru sadar. Aku baru memikirkan yg telah kulakukan tadi bersama Fadli. Aku bodoh sekali. Aku menyesal. Kenapa aku baru sadar sekarang ? Aku menangis dg muka ditutupi bantal. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Waktu tidak bisa kembali ataupun terulang. Aku menyesal sekali. Aku telah kehilangan kehormatanku. Aku bingung siapa aku sekarang ? Yang bisa kulakukan hanya memohon dan menyesali semuanya. Esoknya, Fadli seperti menjauh dariku. Aku mulai khawatir. Fadli seperti jenuh denganku. Orang yg aku cintai menghilang perlahan. Aku berusaha mencarinya. Aku terus berdoa agar ia tidak meninggalkanku. 

Semua berlalu. Benar-benar berlalu dan tak ada hari kemarin. Sunyi. Aku hanya bercerita ke salah satu teman SMP ku dulu. Ia menghinaku, menasehatiku, memarahiku. Apakah sebesar ini salahku ? Apa kata orang tuaku nanti jika tahu tentang ini semua ? Kini, yg tau hanya teman SMPku dan Tuhan. Suatu sore, ketika aku terjebak macet didepan suatu gedung rakyat, aku melihat Fadli. Mataku jelas menangkap bayangnya. Tapi apakah yg dilihat mata benar-benar nyata ? Fadli berboncengan dg wanita lain. Aku hanya memandanginya dan menangis kecil. Belahan jiwaku pergi dg belahan jiwa lain. Rasanya hatiku sakit sekali. Sesak. Aku benar-benar sedih. Orang yg telah mengambil tubuhku, kini tubuhnya bersama orang lain. Lengkaplah sudah kota ini. Kini, tidak hanya macet dan polusi, tapi sudah ada kesedihanku disana.

Berbulan-bulan aku memendang luka ini. Aku tidak dendam kepadanya. Berbulan-bulan aku lewati dg luka yg masih menganga lebar. Sempurna. Siapa yg mau menerimaku dg keadaan seperti ini dikota Metropolitan ? Aku pesimis. Aku mulai trauma akan hal cinta. Aku membenci hal-hal yg berhubungan dg cinta. Mungkin aku bisa melupakan Fadli tetapi aku tidak bisa melupakan kejadian itu. Aku mengubur luka ini dalam-dalam. Kini, aku hanya asik dg duniaku sendiri, Twitter. Perlahan tapi pasti, aku melupakan peristiwa itu. Dreeett dreeett dreeett. Blackberryku bergetar menerima pesan singkat. Aku buka, tidak ada namanya dikontakku. Aku makin penasaran...

Bersambung... Terima Kasih //


No comments:

Post a Comment

Membunuh Hati Yang Sudah Mati

Jatuh cinta kepada seseorang bisa membuatmu berubah. Itu bagus jika ia membuatmu jadi orang yang lebih baik. Bagaimana jika sebalikny...