Pagi itu sangat dingin. Aku mencoba menaikan resleting sweeter,
mencari-cari kehangatan, menyembunyikan tangan dari terpaan angin dingin pagi
hari. Melihatmu berlarian menuju gerbang menghindari hukuman terlambat. Aku
berlari kecil mengikuti, menaiki tangga dg terburu-buru. Lalu berpisah dilorong
yg sama, hanya saja ruangan kita tak sama. Itulah sebab pembatas aku dan kamu.
Kamu berjalan masuk kekelasmu, akupun begitu. Berjalan lemas lalu mengintip
kedalam kelasmu. Sesekali kamu ataupun aku saling mengedipkan mata. Aku tak
tahu apa arti tanda itu ? Sudahlah, masuk dan nikmati sampai jam pelajaran
selesai.
Didalam kelas, aku
tak peduli rumus matematika ataupun perhitungan data statistik dipapan tulis yg
sudah diterangkan, kamu yg selalu diotakku menghalangi tulisan yg ada dipapan
tulis untuk kuingat. Selalu saja kamu dan kamu. Penyebab kegilaan ini. Otakku terus
berusaha menceritakan tentangmu. Menulis semua kagaduhan ataupun keromantisan
yg pernah kamu buat. Mungkin kamu sudah bosan membaca tulisanku. Semua yg
kutulis tentangmu. Tapi, rasanya tak ada bosan bagimu membaca tulisanku yg
menceritakan kamu atau aku ataupun kita.
Tentu saja,
sekarang tak perlu aku memberitahumu kalau aku selalu mendoakan dirimu dalam
ibadahku. Mulai tak sengaja aku berdoa untukmu. Entah mengapa rasanya bibir ini
terselip mengucap memohon berdoa untukmu. Menjagamu dari kejauhan dg berdoa.
Ya, itulah caraku. Tak dapat ciuman ataupun tak bisa menciummu, yg kulakukan
hanya melihat galeri lalu menslide show foto-foto
kita. Menciumi fotonya secara diam-diam dan dari kejauhan. Kuharap kamupun
begitu.
Setiap kali
membuka handphonemu, hanya
melihat-lihat jadwal bioskop. Aku bosan, seminggu menghabiskan waktu denganmu
hanya menonton bioskop. Semua film yg baru launching, langsung ditunjuk olehmu.
Apakah matamu tak bosan kencan ditempat yg sama dg film yg berbeda-beda terus ?
Setiap malam, kuantar kamu pulang, tapi tak tahu aku pulang dg siapa dan naik
apa karena setiap pergi denganmu, aku tidak pernah membawa kendaraan. Tak
apalah, yg penting aku memulangkanmu dg selamat, meskipun aku yg kebingungan
setelah itu.
Aku bersyukur,
orang tuamu sudah mengetahui sosok yg kini menjagamu diluar rumah. Senyuman
ibumu yg ramah, dan tatapan mata ayahmu yg tajam melengkapi cerita ini. Tolong
beritahu pada orangtuamu, aku bukan cowok sembarangan, yah. Dan bilang kepada
ayahmu, jangan menatapku seperti itu lagi.
Sosokmu tak lagi
sengaja hadir dalam mimpiku. Yg selalu membangunkanku ditengah malam. Astaga!
maafkan aku yg selalu memejamkan mata lebih dahulu, sehingga lupa membalas
pesan singkat bahkan lupa juga mengucapkan "Gnite" kepadamu. Biarkan saja,
kamu juga begitu kalau mata sipitmu tak kuat menahan kantuk. Bahkan, kalau
membayangkan wajahmu yg sedang tertidur, sering membuat tawa kecil bagiku. Jika
kamu sedang tertidur, matamu makin menyipit. Sampai tak ada sela untuk
mengintip. Tanganmu yg selalu terlempar sana-sini, kadang juga tak sengaja
mengenai wajahku.
Dirimu yg kadang
bikin unmood, bete, nyebelin, ngeselin, tapi entah kenapa pelukan dan
rangkulanmu itu titik ternyaman bagiku. Pertahankan itu, sayang. Kamulah
zona nyaman baru. Tak ada kesamaan sama sekali diantara kita. Kecuali, mata.
Mataku yg begitu sipit dan matamu juga begitu. Aku yg selalu membuntuti
disekolah tidak terlalu menginginkan kalau kita ini satu kelas. Aku berharap
tembok dg cat yg sudah pudar itu dihancurkan, agar aku selalu bisa melihat
kekelasmu.
Pertahankan sifat
menjengkelkanmu itu, sayang. Kalau sifatmu berubah, aku lebih merindukan
sifatmu yg lama. Terima kasih telah menjadi ceritaku dan aku ceritakan. Tetap
menjadi tubuh dan aku menjadi ekormu. Kita rubuhkan tembok pemisah itu. Aku
mencintaimu lebih dari yg kau tahu.
Could I love you
more than reasonable limits, My Lovember ? ♥
No comments:
Post a Comment