Monday, February 10, 2014

Setelah Perpisahan Kita

Hidupku tak lagi sama setelah satu tahun menjalin hubungan denganmu, lalu kamu memutuskannya begitu saja. Aku tak tahu mengapa. Aku berusaha mencari tahu apa kesalahanku, tapi kamu bilang kalau aku tidak berbuat salah. Bahkan orang ketiga pun sama sekali bukan penyebabnya. Entahlah, aku tidak ingin mengorek luka yang kaubuat makin dalam. Hari-hariku kembali seperti dulu, sebelum aku bertemu denganmu. Abu-abu.

Setiap malam, ingatanku selalu terbawa arus menuju masa lalu. Mengingat detail setiap waktu yang kulewati bersamamu, setiap gombalan yang kaubuat, setiap kata cinta yang kaubisikkan. Pikiranku sibuk memikirkanmu, memikirkan pola makanmu, memikirkan kesehatanmu, juga memikirkan sosok yang telah menggantikanku. Entahlah, setiap aku memikirkannya, dadaku terasa sesak, hatiku terasa sakit. Klimaksnya, air mataku seringkali tak terbendung.

Sudah satu tahun setelah kepergianmu, hari-hariku masih sama. Pagi-siang-malamku masih abu-abu. Tak ada yang berbeda disini, aku masih bernafas, semuanya masih normal. Sayangnya, apa yang terlihat oleh mata tidak sama dengan apa yang dirasakan oleh hati. Aku yang salah, masih bermain-main dengan masa lalu yang harusnya sudah kubuang jauh-jauh. Kenangan itu masih melekat pada sudut-sudut otak.

Memasuki tahun baru, aku berharap ada sesuatu yang baru, yang menyadarkanku dari masa lalu. Lagi, semuanya masih sama; tak ada yang baru. Padahal, aku sangat berharap ada seseorang yang memberi warna baru dilembaran hidupku, yang membuka penutup mataku, yang menyembuhkan lukaku, juga menyadarkanku. Aku masih berharap sampai saat ini.

Setelah perpisahan kita, aku berusaha mencari penggantimu. Namun tak ada lagi yang sama. Tak ada kamu, tak ada kita. Aku masih menjadi diriku dengan kenangan yang masih sangat lekat dihatiku. Lagi dan lagi, air mata ini tak terbendung. Aku jadi teringat ketika aku menangis disampingmu. Kala itu, jemarimu yang menghapus air mataku. Sekarang, aku yang menghapusnya sendiri. Kemana jemarimu saat aku membutuhkannya untuk menghapus air mataku?

Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang masa lalu yang terlalu sering kukejar. Aku ingin melepaskan, tapi hati ini masih enggan. Kamu yang dulu kumiliki, tak lagi disini. Bahagia yang kita agung-agungkan dulu, kini hanya kenangan. Jika kita sudah dipuncak bahagia, mengapa kamu memilih perpisahan sebagai jalan?
Sekali lagi, aku masih sendiri dengan luka dan kenangan yang masih melekat. Terkadang, diam-diam aku mencari tahu tentangmu, mencari tahu siapa penggantiku yang beruntung karena memilikimu.

Aku masih berjuang melupakan sosokmu yang tak lagi terangkul pelukan. Padahal, ada banyak yang datang dan pergi. Ada yang hanya singgah, ada pula yang tinggal. Tapi, semuanya tak memberi warna baru. Tak ada yang begitu berarti. Semua hanya berotasi, berputar mengisi hati.

Aku masih berjuang melepaskanmu, mencoba menempatkan kenangan-kenangan kita ditempatnya tersendiri didalam hati, mencoba merelakan perpisahan. Dan sekarang aku mengerti, kita tak lagi bisa menyatu. Aku pun tidak ingin memaksanya. Segala sesuatu yang dipaksa akan berjalan tidak baik. Dan aku rela melepaskanmu, menerima perpisahan kita, melupakan kita, menghilangkan perasaan masih sayang ini.

Entah sudah berapa kali namamu kurangkul dalam doa, entah sudah berapa kali air mata ini tumpah, entah sudah berapa kali aku mencoba; tapi selalu gagal. Kuharap, kali ini aku berhasil, dan aku segera menemukan penggantimu.

Selamat pupus 1 tahun..
Maafkan aku yang tak mengunci bayangmu ketika beranjak pergi.
Jika kaurindukan kita yang dulu, aku pun begitu.

Monday, January 27, 2014

Mata Coklat Itu

Seharusnya aku tak melihat mata coklat itu. Seharusnya aku menghindarinya jauh-jauh. Sekarang, aku telah jatuh pada tatapannya. Mata coklat yang nampak nyala itu menghipnotisku, membuatku mematung saat mata hitamku beradu tatap. Mata coklat yang tegas itu berhasil membuatku tersipu, membuatku penasaran siapa pemiliknya. Mata coklat itu berhasil mengendalikan saraf penglihatanku, hingga mengunci arah mataku untuk terus beradu tatap dengan matanya.

Mata itu seperti sedang mencari lawan tatapnya. Sialnya, mataku terperangkap. Di bola mataku yang hitam, terlihat jelas arah pandangnya ke mata coklat itu. Seperti terkunci, arah pandangku terjebak disana, terjebak dikilatan matanya yang coklat bersinar. Tidak bisa kemana-mana. Kurasa, aku semakin jatuh kedalam mata coklat itu.

Sekarang, aku sudah tahu siapa pemilik mata coklat itu. Tinggi tak semana, hidung tak terlalu mancung, rambut coklat pirang yang jatuh secara ikal, dan mataku seperti melihat surga. Mata coklat itu masih menjadi topiknya. Ia telah membuatku jatuh cukup dalam sekarang.

Saat mata hitamku tak menemukannya dalam pandangan, ia akan berusaha menemukannya. Saat mata hitamku menemukannya dalam pandangan, ia akan berusaha menjaga pandangannya itu. Kurasa, mata coklat itu punya sejurus hipnotis sampai mata hitamku tak mau melepaskan pandangan. Dan mata hitamku menikmati saat-saat itu.

Kurasa, bukan mata hitamku saja yang melongo, pun hatiku. Saat bertemu si pemilik mata coklat itu, ada getaran aneh yang menerka hatiku. Aku tak hanya jatuh pada mata coklat itu, tapi juga kepada si pemilik mata coklat itu. 
Iya, kamu.

Dari pria bermata hitam
Yang jatuh cinta
pada mata coklat dan pemiliknya.

Bisa kaubalas surat ini?

Membunuh Hati Yang Sudah Mati

Jatuh cinta kepada seseorang bisa membuatmu berubah. Itu bagus jika ia membuatmu jadi orang yang lebih baik. Bagaimana jika sebalikny...