Hidupku tak lagi sama setelah satu tahun menjalin hubungan
denganmu, lalu kamu memutuskannya begitu saja. Aku tak tahu mengapa. Aku
berusaha mencari tahu apa kesalahanku, tapi kamu bilang kalau aku tidak berbuat
salah. Bahkan orang ketiga pun sama sekali bukan penyebabnya. Entahlah, aku
tidak ingin mengorek luka yang kaubuat makin dalam. Hari-hariku kembali seperti
dulu, sebelum aku bertemu denganmu. Abu-abu.
Setiap malam, ingatanku selalu terbawa arus menuju masa
lalu. Mengingat detail setiap waktu yang kulewati bersamamu, setiap gombalan
yang kaubuat, setiap kata cinta yang kaubisikkan. Pikiranku sibuk memikirkanmu,
memikirkan pola makanmu, memikirkan kesehatanmu, juga memikirkan sosok yang
telah menggantikanku. Entahlah, setiap aku memikirkannya, dadaku terasa sesak,
hatiku terasa sakit. Klimaksnya, air mataku seringkali tak terbendung.
Sudah satu tahun setelah kepergianmu, hari-hariku masih
sama. Pagi-siang-malamku masih abu-abu. Tak ada yang berbeda disini, aku masih
bernafas, semuanya masih normal. Sayangnya, apa yang terlihat oleh mata tidak
sama dengan apa yang dirasakan oleh hati. Aku yang salah, masih bermain-main
dengan masa lalu yang harusnya sudah kubuang jauh-jauh. Kenangan itu masih
melekat pada sudut-sudut otak.
Memasuki tahun baru, aku berharap ada sesuatu yang baru,
yang menyadarkanku dari masa lalu. Lagi, semuanya masih sama; tak ada yang
baru. Padahal, aku sangat berharap ada seseorang yang memberi warna baru
dilembaran hidupku, yang membuka penutup mataku, yang menyembuhkan lukaku, juga
menyadarkanku. Aku masih berharap sampai saat ini.
Setelah perpisahan kita, aku berusaha mencari penggantimu.
Namun tak ada lagi yang sama. Tak ada kamu, tak ada kita. Aku masih menjadi
diriku dengan kenangan yang masih sangat lekat dihatiku. Lagi dan lagi, air
mata ini tak terbendung. Aku jadi teringat ketika aku menangis disampingmu.
Kala itu, jemarimu yang menghapus air mataku. Sekarang, aku yang menghapusnya
sendiri. Kemana jemarimu saat aku membutuhkannya untuk menghapus air mataku?
Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang masa lalu
yang terlalu sering kukejar. Aku ingin melepaskan, tapi hati ini masih enggan.
Kamu yang dulu kumiliki, tak lagi disini. Bahagia yang kita agung-agungkan
dulu, kini hanya kenangan. Jika kita sudah dipuncak bahagia, mengapa kamu
memilih perpisahan sebagai jalan?
Sekali lagi, aku masih sendiri dengan luka dan kenangan yang
masih melekat. Terkadang, diam-diam aku mencari tahu tentangmu, mencari tahu
siapa penggantiku yang beruntung karena memilikimu.
Aku masih berjuang melupakan sosokmu yang tak lagi terangkul
pelukan. Padahal, ada banyak yang datang dan pergi. Ada yang hanya singgah, ada
pula yang tinggal. Tapi, semuanya tak memberi warna baru. Tak ada yang begitu
berarti. Semua hanya berotasi, berputar mengisi hati.
Aku masih berjuang melepaskanmu, mencoba menempatkan
kenangan-kenangan kita ditempatnya tersendiri didalam hati, mencoba merelakan
perpisahan. Dan sekarang aku mengerti, kita tak lagi bisa menyatu. Aku pun
tidak ingin memaksanya. Segala sesuatu yang dipaksa akan berjalan tidak baik.
Dan aku rela melepaskanmu, menerima perpisahan kita, melupakan kita,
menghilangkan perasaan masih sayang ini.
Entah sudah berapa kali namamu kurangkul dalam doa, entah
sudah berapa kali air mata ini tumpah, entah sudah berapa kali aku mencoba;
tapi selalu gagal. Kuharap, kali ini aku berhasil, dan aku segera menemukan
penggantimu.
Selamat pupus 1 tahun..
Maafkan aku yang tak mengunci
bayangmu ketika beranjak pergi.
Jika kaurindukan kita yang dulu, aku pun begitu.
No comments:
Post a Comment